12/12/2012

Menilik Budaya Korupsi di Kalangan Mahasiswa





Konon, di akhirat nanti. Setiap negara mendapat sebuah jam khusus. Jam itu sangat istimewa karena bisa menunjukkan tingkat kejujuran pejabat pemerintah suatu negara. Semakin jujur, semakin lambat pula jalannya jarum jam, demikian juga sebaliknya. Jam Filipina berputar kencang. Artinya tidak salah bila  tuduhan bahwa negara yang dipimpin Marcos banyak korupsi. Demikian juga Kongo, negara-nya Mobutu Seseko, yang berputar lebih cepat lagi. Jam untuk sejumlah negara lain pun bervariasi. Kamerun dan China termasuk cepat. Amerika agak cepat, sementara Iran berjalan perlahan. Namun anehnya di situ tak ada jam negara kita, Indonesia. Maka nyeletuklah seseorang: “Lho jam Indonesia mana?” tanyanya menyelidik. Sang malaikat pun menjawab dengan tenang dan kalem; “Kami taruh di belakang dapur, sangat cocok dijadikan kipas angin.”

Anekdot diatas jelas menyirakan bahwa negeri kita merupakan salah satu surganya koruptor. Tengok saja  hasil survei yang diinisiasi Political and Economic Risk Consultancy (PERC) 2010 . Menempatkan Indonesia di peringkat pertama sebagai negara terkorup dari 16 negara Asia Pasifik yang menjadi tujuan investasi. Hal ini membuktikan bahwa masalah korupsi di indonesia cukup sebagai acuan bahwa korupsi merupakan ancaman besar dalam melanjutkan estafet pembangunan bangsa yang digawangi oleh pemerintah. Berbicara bagaimana mengatasi korupsi, tak ubahnya mencari jarum di kegelapan malam. Sangat sulit,rumit, dan berdaya frustasi yang mendalam. Namun bagaimanapun juga, sesulit apapun permasalahannya, toh juga kitalah yang akhirnya menanggung akibatnya. Sehingga mau tidak mau, kita harus segera memulai memikirkan cara yang tepat untuk segera mengenyahkan budaya korupsi  dari bumi pertiwi.

Kartono (1983) mendefinisikan korupsi sebagai  tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan perilaku menyimpang sosial tingkat tinggi. Sebab  cenderung merugikan kepentingan umum dan negara. Meskipun  hal ini sangatlah terkait  dengan seberapa besar dampak sosialnya. Namun bagaimana menghilangakan budaya korupsi?. Mengupayakan pembasmian korupsi dari akar rumput mungkin menjadi  sangat relevan untuk digalakkan . Tentunya kita harus mengupayakan dari yang  terkecil. Dari diri kita yang mengaku mahasiswa . Dari diri kita yang mengaku sebagai agen perubahan. Dari benih-benih korupsi yang  terjadi disekitar kita.

Dalam dunia kampus tidak dipungkiri bahwa mahasiswa pun sebagai corong perubahan tidak luput dari perilaku menyimpang, seperti halnya korupsi . Perilaku anti korupsi yang seharusnya tertanam dalam diri mahasiswa masih jauh dari kata cukup. Faktanya, masih banyak budaya-budaya korupsi yang kerap dilakukan mahasiswa di dunia kampus, sebut saja menyontek , proposal yang tak lazim, kwitansi bodong dan  uang pelicin  sebagai bentuk lain dari gratifikasi dsb. Jikalau ditelisik dari hati nurani, sebenarnya mahasiswa sangat sadar bahwa hal-hal seperti itu merupakan riak-riak korupsi. Namun sayangnya, mahasiswa terkadang menganggap biasa atau memandang sebagai hal yang lumrah. Nah disini perlu diupayakan tiga strategi yang urgen antara pihak kampus dan mahasiswa agar  budaya korupsi tidak berimbas dikemudian hari.

1.Stategi preventif
Hal ini berupa strategi pencegahan agar korupsi tidak berkembang dikalangan Mahasiswa. Semisal ketika ujian semester berlangsung. Perlu adanya bahu membahu antara pihak kampus yang mengatur sistem agar tidak terjadi kecurangan sedangkan mahasiswa sebagai obyek ketika ujian berlangsung, harus mengupayakan diri agar  men(jauh)kan dari  moral-moral hazard  dan menanamkan sikap transparansi,akuntabilitas  dan kejujuran.

2.Strategi investigatif
Strategi ini sangatlah berkaitan erat dengan upaya penegakan hukum. Pihak kampus seharusnya mengupayakan penindakan yang tegas atas perilaku- perilaku mahasiswa. Berupa penelusuran-penelusuran yang nyata. Sebab disinyalir selama ini masih banyak terjadi kongkalikong antara pihak-pihak yang berkepentingan. Sedangkan mahasiswa yang dibangun dalam sekup organisasi. Setidaknya perlu diarahkan untuk ikut berpartisipasi dalam melaporkan tindak korupsi yang terjadi di kalangan kampus.

3.strategi edukatif
Berupa penanaman nilai-nilai luhur dikalangan kampus. Pihak kampus setidaknya perlu mencontoh salah satu universitas di Jakarta. Yang mana, telah menjadikan pendidikan anti korupsi sebagai matakuliah wajib bagi mahasiswanya. Pun demikian halnya mahasiswa, perlu ikut menggaungkan budaya anti korupsi dengan menerapkan apa yang diperolehnya di bangku kuliah dan organisasi.

Korupsi memang tidak bisa diberangus total. Namun setidaknya , korupsi dapat diminimalisasi sedikit demi sedikit. Setapak demi setapak. Untuk Itu mari ikut berupaya menggalakkan budaya anti korupsi di kalangan kampus. Dari diri kita yang mengaku beragama. Dari diri kita yang mengaku mahasiswa. Ingatlah  Pesan bung Hatta “ mahasiswa jangan hanya berteriak di jalanan, cobalah teriakkan di hati masing-masing “.

*Ahmad Musaddad Husain, Mahasiswa FE UII yogyakarta.


5 komentar:

  1. great one!!! how proud iam to be your friend boy!!!

    BalasHapus
  2. fuadi, gimana trisakti.??.. masihkah amazing :) masihkah geger soal kepemilikan yang takunjung usai seperti PSSI dan KPSI

    BalasHapus
  3. Korupsi itu bisa dibilang sudah budaya orang Indonesia.

    Adat orang Timur, kalau dibantu, pasti memberi. Memberi apa saja, beras, makanan, buah-buahan, bahkan uang. Sejak dulu sampai saat ini. Misalnya, dibantu dibuatkan kartu Surat Izin Mengemudi (SIM), rasanya tidak 'sreg' kalau hanya membayar sesuai ketentuan pemerintah, nurani ke-Timur-an orang Indonesia ingin memberi lebih dari itu.

    So, kalau memberantas korupsi hanya mengandalkan UU dan Peraturan Pemerintahan/Konstitusi saja, sepertinya nihil dan sangat jauh panggang dari api. Memberantas korupsi harus dimulai dari masing-masing individu masyarakat Indonesia. Rubah budaya-nya. Sepertinya hal ini lah yang paling ampuh memangkas korupsi sampai ke akar-akarnya.

    BalasHapus
  4. satu hal yang saya tangkap dari argumen kisanak. Perlu adanya enkulturasi yag masif dan berkelanjutan. dalam hal ini mungkin masuk ranah edukatif baik formal maupun non-formal. :)

    BalasHapus
  5. materinya anti korupsi ?? seperti apa yah kak....
    kalau saja dg adanya solusi seperti ini bisa berkurang ....tapi rasanya tetap saja ga' ada perubahan.

    BalasHapus