12/09/2012

MAKALAH: SEJARAH KHAWARIJ




KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah yang maha Esa atas selesainya penyusunan makalah ini, sebagai bagian dari tugas kuliah “Pemikiran dan Peradaban Klasik”.Serta shalawat beserta salam tak lupa kami panjatkan kepada baginda Muhammad SAW, yang kami nantikan safa`atNya di akhirat kelak. Tidak lupa kami ucapan terima kasih kepada; Dosen mata kuliah “Pemikiran dan Peradaban Klasik, Prof. Dr. Abdul Karim. MA., MA yang tiada lelahnya memberikan ilmu yang bermanfaat bagi kami. Serta teman-teman yang senantiasa memberikan dorongan moril hingga selesainya makalah ini.
Selanjutnya, menyadari akan segala keterbatasan yang ada, maka semua kritik dan saran yang membangun, akan kami indahkan demi terwujudnya sebuah makalah yang bermanfaat dan lebih baik untuk kedepannya. Demikian pengantar dari kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan mendapat ridha dari Ilahi. Akhirnya, kami sebagai  pemakalah mendoakan agar seluruh bantuan yang telah diberikan dari semua pihak akan diberikan nilai lebih di hadapan Allah SWT.
Jumat,18 Nopember 2011
Pemakalah
BAB I
PENDAHULUAN
  1. A.    Latar Belakang Masalah
Sejarah telah menorehkan bahwa munculnya Kaum Khawarij dilatarbelakangi oleh ketidaksetujuan beberapa pihak terhadap Ali ibn Abi Talib ketika menerima tahkim(Arbitrase) yang diajukan oleh kelompok Muawiyah saat terjadi Perang Siffin, tepatnya ketika Amr Ibn Ash mengusulkan pada Muawiyah agar menancapkan Al-Quran  di ujung tombak sebagai tanda menyerah dan mencari jalan lain untuk menyelesaikan masalah antara Ali Ibn Abi Thalib dan Muawiah. Kaum Khawarij merupakan kaum yang secara tegas menentang tahkim, namun akhirnya Ali Ibn Abi Talib menerima tahkim tersebut. Akibatnya Ali Ibn Talib dibenci oleh kaum Khawarij . Mereka menganggap Khalifah Ali Ibn Abi Thalib adalah khalifah yang lemah dalam menegakkan kebenaran yang telah disyariatkan oleh Allah SWT. Di sisi lain, Kaum Khawarij juga membenci Muawiyah karena telah melawan khalifah yang sah.
Kaum Khawarij menentang adanya tahkim (Arbitrase)karena menurut mereka, orang yang mau berdamai (menerima tahkim) saat berperang adalah orang yang ragu-ragu dengan pendiriannya dalam melakukan peperangan yang ditegakkannya. Golongan ini menganggap bahwa hukum Allah SWT sudah nyata, yakni siapa yang melawan khalifah yang sah maka harus diperangi. Oleh karena itu, berperang melawan Muawiyah merupakan suatu bentuk penegakan kebenaran demi keyakinan kepada agama Islam. Mereka juga beranggapan bahwa berperang membela khalifah yang sah (Ali ibn Abi Talib) merupakan berjalan di atas jalan yang benar.
Setelah mengetahui bahwa Ali Ibn Abi Talib tetap berpegang pada pendiriannya menerima tahkim,maka kaum ini pergi dari Ali Ibn Abi Talib menuju suatu tempat yang bernama Harura’. Kaum tersebut berjumlah 12.000 orang. Mereka kemudian mengangkat salah seorang dari mereka menjadi kepala yakni Abdullah Ibn Wahab ar-Rasyidi. Kaum ini kemudian menamakan dirinya sebagai Kaum Khawarij yaitu kaum yang keluar dari Ali ibn Abi Talib dan juga memerangi Muawiyah dan pengikutnya. Kaum Khawarij terkenal sebagai kaum yang keras, dan tidak pandai berminyak air. Mereka berjuang meninggal-meninggalan untuk menegakkan fahamnya dan memberikan pengorbanan apa saja sampai pada jiwanya dalam menegakkan fahamnya. Pada prinsipnya, kaum Khawarij memiliki pandangan politik juga keagamaan yang  diuraikan dalam makalah ini.
  1. B.     Rumusan Masalah
Berdasar pada uraian di atas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
  1. bagaimana awal mula  munculnya Kaum Khawarij serta keberlanjutan khawarij?
  2. Apa pandangan Kaum Khawarij di bidang politik dan keagamaan?
BAB II
PEMBAHASAN
  1. A.    Sejarah awal munculnya Kaum Kawarij
Pada mulanya,setelah terbunuhnya khalifah Usman, para pembangkang yang terlibat langsung maupun tidak dalam pembunuhan khalifah Usman, memaksa Ali Ibn Abi Thalib menjadi khalifah. Pada priode ini banyak terjadi  pertentangan seperti perang Jamal hingga mencapai puncaknya saat  Perang Siffin.[1]Perang Siffin terjadipada tanggal 26 Juli 657 M antara Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib dan MuawiahTerjadinya Perang Siffin dilatarbelakangi oleh pemecatan beberapa gubernur yang dilakukan oleh Ali Ibn Abi Thalib, termasuk salah satunya adalah Muawiyah yang sat itu menjabat sebagai gubernur Syam, yang diangkat oleh Umar Ibn Khatab. Sungguhpun diangkat pada masa Khalifah Umar Ibn Khatab, namun Muawiyah dinilai oleh Ali Ibn Abi Talib sebagai provokator yang menuntutnya turun dari jabatan yang baru saja dia duduki. Kondisi ini kemudian mengakibatkan terjadinya Perang Siffin.[2]
Perang Siffin mempertemukan 2 kekuatan, yakni kekuatan Muawiyah dan Ali Ibn Abi Talib. Suatu saat ketika pihak Muawiyah hampir kalah, atas usulan Amr ibn Ash, Muawiyah mengajak berdamai dengan mengangkat al-Quran pada ujung tombak dan menyerukan penghentian peperangan. Peristiwa ini kemudian disebut dengan istilah tahkim.[3] Awalnya Ali ibn Abi Talib tidak mau menerima ajakan tahkim tersebut. Menurutnya hal itu merupakan suatu muslihat dalam peperangan. Setiap orang yang terdesak meminta penghentian perang dan mengadakan perundingan. Namun sebagian pengikut Ali ibn Abi Talib mendesak supaya menerima ajakan tahkim, akhirnya Ali ibn Abi Talib menerima ajakan tersebut dan perang dihentikan.[4]
Penerimaan tahkim rupanya tidak disetujui oleh sebagian pengikut Ali ibn Abi Talib yang lain. Kelompok ini tidak mau menerima bahkan menentang ajakan tahkim. Menurut mereka orang yang mau berdamai (menerima tahkim) saat berperang adalah orang yang ragu-ragu dengan pendiriannya dalam peperangan yang ditegakkannya. Golongan ini menganggap hukum Allah SWT sudah nyata, siapa yang melawan khalifah yang sah harus diperangi. Oleh karena itu, berperang melawan Muawiyah merupakan proses menegakkan kebenaran demi keyakinan kepada agama Islam. Mereka juga beranggapan bahwa berperang membela khalifah yang sah merupakan berjalan di atas jalan yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan kehadapan Allah SWT. Oleh karena itu mereka tidak mau berhenti berperang sebelum mereka (Muawiyah dan pengikutnya) kalah. Namun apa hendak dikata, peperangan sudah dihentikan.
Kaum yang tidak setuju dengan tahkim tersebut kemudian membenci Ali ibn Abi Talib karena dianggap lemah dalam menegakkan kebenaran, sebagaimana mereka membenci Muawiyah karena melawan khalifah yang sah. Kaum Khawarij menuntut supaya Ali ibn Abi Talib mengakui kesalahanya menerima tahkim. Mereka mengancam, jika Ali ibn Abi Talib mau mengakui kesalahannya maka mereka akan menggabungkan diri kembali kepada Ali ibn Abi Talib untuk mengalahkan muawiyah, tetapi kalau tidak, maka baik Ali ibn Abi Talib maupun Muawiyah akan diperanginya.
Setelah mengetahui bahwa Ali ibn Abi Talib tidak mau meninggalkan pendiriannya, mereka meninggalkan Ali ibn Abi Talib ke suatu daerah yang bernama Harura.[5] Saat itu jumlah kaum tersebut berjumlah 12.000 orang.  Mereka kemudian mengangkat salah seorang dari mereka menjadi kepala yakni Abdullah Ibn Wahab ar-Rasyidi. Mereka menamakan diri sebagai Kaum Khawarij yaitu kaum yang keluar dari Ali ibn Abi Talib. Kaum Khawarij terkenal sebagai kaum yang keras dan tidak pandai “berminyak air”.[6] Mereka berjuang sekuat tenaga untuk menegakkan fahamnya dan memberikan pengorbanan apa saja sampai pada jiwanya dalam menegakkan fahamnya.
Pada perkembangan selanjutnya, Kaum Khawarij banyak melakukan huru hara dan membuat kacau pemerintahan Ali ibn Abi Talib. Kelompok ini kemudian dihadapkan oleh pasukan Ali ibn Abi Talib di Nahrawan yang berjumlah 65.000 orang. Peristiwa Nahrawan tersebut menewaskan 30.000 orang Kaum Khawarij.[7] Sebagian besar orang yang tewas dalam peristiwa Nahrawan tersebut adalah dari Bani Tamim di Kufah. Pada akhirnya emosi kelompok Kaum Khawarij tidak terbendung. Oleh karena kemarahnya kepada Ali ibn Abi Talib, Muawiyah dan Amr ibn Ash, Kaum Khawarij membuat rencana membunuh ketiga-tiganya secara keji yaitu memukul sampai meninggal ketika mereka hendak ke luar shalat subuh di tempatnya masing-masing.
Saat itu Ali ibn Abi Talib berada di Bagdad, Muawiyah di Damsyk dan Amr ibn Ash berada di Mesir. Mereka membagi dalam 3 komplotan. Ketiga komplotan Kaum Khawarij itu berangkat menuju ke tiga tempat sesuai dengan sasaran masing-masing. Akibatnya kemudian dari peristiwa tersebut, Ali ibn Abi Talib meninggal ditikam oleh Abdurrahman ibn Muljam, namun Muawiyah dan Amr ibn Ash gagal dibunuh. Inilah usaha awal dari Kaum Khawarij yakni membunuh Ali ibn Abi Talib menantu Nabi Muhammad SAW, bapak Sayyidina Hasan dan Husein serta khalifah yang ke IV pada tanggal 24 januari 661 M.
Kamu Khawarij terkadang menamakan golongan mereka dengan sebutan “Kaum Syurah”, artinya kaum yang mengorbankan dirinya untuk kepentingan keridhaan Allah SWT. Setelah Ali ibn Abi Talib sebagai Khalifah ke IV meninggal terbunuh dan setelah saidana Hasan ibn Ali menyerahkan kekhalifahannya kepada Muawiyah.Setelah Sayyidina Husein meninggal di Padang Karbala,maka Kaum Khawarij tidak bertambah mundur namun bertambah garang melawan kekuasaan Muawiyah.Mereka membangun organisasi mereka dengan rapi.
Gerakan Khawarij terbagi menjadi 2 bagian. Pertama, bermarkas di sebuah negeri bernama Bathaih yang menguasai dan mengontrol Kaum Khawarij yang berada di Persia. Kedua, di Arab yang menguasai dan mengontrol Kaum Khawarij yang berada di Yaman, Hadharamaut dan Thaif. Cabang Bathaih dikepalai oleh Naïf ibn Azraq dan Qatar ibn Faja’ah. Adapun bagian di daerah Arab dikepalai oleh Abu Thaluf, Najdah Ibn Ami dan Abu Fudaika. Beberapa waktu setelah perang siffin, terjadi pertemuan(arbitrase) antara pihak Ali ibn Abi Talib dan dan Muawiyah, masing-masing pihak berjumlah 400 orang. Pihak Ali ibn Abi Talib diketuai oleh Abu Musya al-Asyari dan pihak Muawiyah diketuai oleh Amr ibn Ash. Namun akhirnya tahkim gagal akibat tipu muslihat dari Amr ibn Ash. Sejak peristiwa ini banyak pengikut Ali ibn Abi Talib yang keluar dan bergabung dengan Kaum Khawarij yang sudah lahir sebelumnya.[8]
  1. B.  Pemikiran Kaum Khawarij
Pada perkembangannya, Kuam Khawarij memiliki corak politik dan keagamaan yang akan diuraikan sebagai berikut:[9]
  1. Pandangan politik
Di bidang politik, Kaum Khawarij memiliki pandangan bahwa seorang khalifah harus dipilih langsung oleh rakyat, baik dari bangsa Arab atau ‘ajam (non Arab). Mereka mengeliminasi keutamaan Bangsa Arab, bahkan sebagian Kaum Khawarij berpendapat bahwa orang non Arab lebih baik dari pada orang Arab. Menurut Kaum Khawarij, seorang perempuan boleh saja memegang kekuasaan, jika memang mampu menyelenggarakan roda pemerintahan dan memenuhi kriteria sebagai kepala Negara. Secara umum, Kaum Khawarij mengakui keabsahan khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman periode 1 .namun Ali hanya diakui sampai dia menerima tahkim.[10]sebab mereka menganggap bahwa Ali tidak menegakkan Hukum Allah dengan melanjutkan melawan muawiyyah sebagai pembangkang,namun Ali malah menyutujui adanya tahkim yang diajukan kelompok muawiyyah.  Selain itu Kaum Khawarij juga beranggapan bahwa khalifah tidak diperlukan, namun cukup dengan badan khusus sebagai penyelenggara pemerintahan.
  1. Pandangan keagamaan
Di bidang keagamaan, Kaum Khawarij memiliki beberapa segi pandangan, di antaranya adalah jika seorang muslim tidak menjalankan shalat maka dia wajib dibunuh. Jika seseoarang yang meninggal dunia tanpa taubat terlebih dahulu maka dia akan masuk neraka selamanya. Seorang yang tidak bersih hati nuraninya, maka dia termasuk golongan orang murtad dan dalam pandangannya seorang yang demikian itu masuk neraka selamanya. Pandangan keagamaan Kaum Khawarij yang paling menonjol adalah keyakinan bahwa orang lain yang tidak menganut ajaran-ajaran mereka dianggapnya kafir.[11] Hal ini mendasari sikap mereka terhadap umat Isam (selain golongan Khawarij) keras dan tegas, sementara dengan non Islam mereka bersikap lunak.
Menurut Siradjuddin Abbas, ada beberapa corak pemikiran Kaum Khawarij yang bertentangan dengan Ahlus Sunnah wal Jama’ah khususnya di bidang keagamaan, di antaranya sebagai berikut: [12]
PEMIKIRAN AHLI SUNNAH WAL JAMAAH
  1. Khaifah Ali ibn Abi Talib sah setelah tahkim
  2. Siti Aisyah adalah ummul mu’minin yang dihormati sampai wafatnya
  3. Ada dosa besar dan juga ada dosa kecil
  4. Anak orang kafir meninggal saat kecil tidak masuk neraka
PEMIKIRAN KHAWARIJ
  1. Khaifah Ali Ibn Abi Thalib tidak sah setelah tahkim
  2. Siti Aisyah terkutuk sebab melawan  Khalifah Ali ibn Abi Talib dalam perang jamal
  3. Tidak ada dosa yang kecil, semua dosa adalah dosa besar
  4. Anak orang kafir meninggal saat kecil masuk neraka
Selain dari beberapa hal yang telah diuraikan di atas, Kaum Khawarij beranggapaan bahwa Ali ibn Abi Talib, Amr ibn Ash dan Muawiyah adalah orang-orang kafir. Oleh karena ulah mereka, banyak umat Islam meninggal di medan konflik. Kaum Khawarij menolak Surat Yusuf menjadi bagian dari al-Qur’an. Hal ini terjadi karena menurut Kaum Khawarij, Surat Yusuf terlalu banyak menjelaskan hal-hal keduniaan. Oleh karena itu menurut mereka Surat Yusuf bukan bagian dari al-Qur’an. Pada perkembangannya kemudian Kaum Khawarij tidak dapat bertahan. Ada beberapa hal menurut pemakalah yang meyebabkan Kaum Khawarij tidak dapat bertahan.
Pertama, banyaknya  dari kaum khawarij yang meninggal dalam peristiwa Nahrawan. Dalam peristiwa tersebut  30.000 orang Kaum Khawarij meninggal dunia. Sebagian besar orang yang tewas dalam peristiwa Nahrawan tersebut adalah dari Bani Tamim di Kufah. Peristiwa Nahrawan merupakan peristiwa Kaum Khawarij berhadapan dengan pengikut Ali ibn Abi Talib. Dalam peristiwa tersebut, jumlah Kaum Khawarij yang terbunuh begitu banyak. Hal ini berdampak pada jumlah Kaum Khawarij yang jumlahnya semakin berkurang.
Beberapa peristiwa lainnya juga mengakibakan jumlah kaum khawarij semakin berkurang. Pada masa kekuasan Bani Abbasiyah kaum khawarij sering diperangi karena selalu melakukan pemberontakan seperti di masa Khalifah al-Mansur dan al-Mahdi. Baru pada masa al-Watsiq, kaum Khawarij berhasil dipatahkan.[13] Kedua, beberapa ajaran Kaum Khawarij bertentangan dengan ajaran Islam seperti mengkafirkan umat Islam yang lain, termasuk mengkafirkan Ali ibn Abi Talib. Bahkan, ada beberapa pihak yang menyatakan bahwa Kawarij adalah kaum yang sesat dan menyesatkan.[14]
C.Keberlanjutan Khawarij
Keberlanjutan khawarij terbukti dengan masih adanya khawarij hingga sampai saat ini.Satu satunya sempalan yang bertahan hingga sampai saat ini adalah Ibhadiyah.
Ibadhiyah adalah salah satu kelompok sempalan Khawarij yang berafiliasi kepada Abdullah bin Abadh Tamimi. Kelompok ini adalah salah satu kelompok tertua dalam sejarah Islam. Kendati kelompok ini adalah minoritas di tengah kaum Muslimin, namun aliran ini penting untuk dikaji dari sudut pandang sejarah dan penilaian berbagai mazhab Islam terhadapnya.
Hingga sekarang, komunitas Ibadhiyah relatif hidup terpencil dan tidak begitu dikenal. Karena itu, mereka bisa disebut sebagai kelompok yang kurang atau relatif tidak dikenal. Yang bisa disimpulkan dari sejarah adalah bahwa Ibadhiyah muncul pada peristiwa pembangkangan Khawarij terhadap Sayidina Ali di perang Shiffin. Mereka lalu membentuk kelompok independen lantaran pengaruh pandangan-pandangan Abu Bilal Mardas bin Adyah. Mereka memisahkan diri dari kelompok-kelompok ekstrem Khawarij seperti Azariqah. Abu Bilal adalah poros tengah antara kelompok induk Khawarij dan kelompok-kelompok moderat. Pasca syahidnya Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, Khawarij melakukan beberapa pemberontakan terhadap penguasa, salah satunya di bawah kepemimpinan Abu Bilal Mardas di masa Yazid bin Muawiyah. Di tahun 58 H, setelah dibebaskan dari penjara Ubaidillah bin Ziyad, Abu Bilal beserta tiga puluh pengikutnya keluar dari Bashrah dan menuju Ahvaz, atau lebih tepatnya, Asak. Pengikutnya di sana bertambah menjadi 40 orang. Ubaidillah lalu mengutus Aslam bin Zur`ah bersama dua ribu prajurit untuk menghentikan Abu Bilal dan pengikutnya. Sebelum pertempuran dimulai, Abu Bilal berkata kepada musuhnya, ”Kenapa kalian memerangi kami? Kami tidak berbuat kerusakan di muka bumi dan tidak pernah menghunus pedang di hadapan orang lain.” Alhasil, perang tetap terjadi dan 40 orang Khawarij berhasil mengalahkan pasukan Khalifah dan memaksa mereka melarikan diri. Di tahun berikutnya, Ubaidillah mengutus pasukan lain berjumlah 4000 orang untuk menumpas mereka. Pertempuran terjadi di hari Jumat di Darabjard Fars. Mulanya, pasukan Khalifah tidak memperoleh kemajuan. Saat waktu shalat (Jumat) tiba, Abu Bilal mengirim pesan untuk menunda pertempuran demi melaksanakan shalat. Namun, ketika pasukan Khawarij sedang melakukan shalat, pihak musuh menyerbu dan membunuh mereka semua, termasuk Mardas.
Di abad-abad terdahulu, pengikut Ibadhiyah hidup dalam wilayah yang amat luas. Beberapa kelompok dari mereka masih bertahan hingga sekarang. Mereka menetap di Oman, Tanzania (Zanjibar), dan Afrika Utara. Di masa kita sekarang, Abadhiyah adalah mazhab yang dianut mayoritas rakyat dan suku Oman. Kecenderungan masyarakat Oman kepada mazhab Ibadhiyah bermula semenjak awal terbentuknya mazhab ini. Pada permulaan gerakan dan perang Khawarij melawan dinasti Bani Umayah, sebagian pemuka kelompok Ibadhiyah dating ke Oman. Mereka menyebarkan ajaran Ibadhiyah dan memperoleh banyak pengikut. Ketika Jabir bin Zaid diasingkan oleh Hajjaj bin Yusuf Tsaqafi dari Bashrah ke Oman, penduduk Oman menyambut dakwah Ibadhiyah. Sebab, Jabir berasal dari suku Azd yang merupakan suku mayoritas di Oman. Selain itu, pandangan moderat pemimpin Abadhiyah, yaitu Jabir bin Zaid, juga turut mempengaruhi sambutan rakyat Oman.Hingga akhirnya khawarij tumbuh subur di dataran Afrika[15]
\\
BAB III
KESIMPULAN
Awal mula munculnya Kaum Khawarij dilatarbelakangi oleh Penerimaantahkim oleh Ali ibn Abi Talib saat terjadi Perang Siffin antara Ali ibn Abi Talib dan Muawiyah. Kelompok ini tidak mau menerima bahkan menentang ajakan tahkim. Menurut mereka orang yang mau berdamai (menerima tahkim) saat berperang adalah orang yang ragu-ragu dengan pendiriannya dalam peperangan yang ditegakkannya. Oleh karena Ali ibn Abi Talib menerima ajakan tahkim dan tetap pada pendiriannya maka kaum ini kemudian keluar daribarisan Ali ibn Abi Talib dan berkumpul di suatu tempat bernama Harura. Pada perkembangannya kaum Khawarij tidak hanya memiliki pandangan politik namun juga keagamaan.
Kaum Khawarij, memiliki corak politik dan keagamaan sendiri. Di bidang politik Kaum Khawarij memiliki pandangan bahwa seorang khalifah harus dipilih langsung oleh rakyat baik dari bangas Arab atau ‘ajam (non Arab).. Di bidang keagamaan Kaum Khawarij memiliki beberapa corak pandangan yang kaku.Contohnya Jika seorang muslim tidak menjalankan shalat maka dia wajib dibunuh. Pandangan keagamaa Kaum Khawarij yang paling menonjol adalah keyakinan bahwa orang lain yang tidak menganut ajaran-ajaran mereka tersebut dianggap sebagai kaum kafir.
Diantara sempalan khawarij, hanya Ibhadiyah yang mampu bertahan hingga saat ini.sebab pemikiranya lebih moderat daipada kaum khawarij lain.

DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Siradjuddin.2006. I‘tikad Ahlusunnah Wal Jamaah. Jakarta Selatan: CV. Pustaka Tariyah.
Faqih, Aunur Rahim dan Munthoha.1998. Pemikiran dan Peradaan Islam. Yogyakarta: UII Press.
Karim, M. Abdul.2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam.Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Permono, Sjechul Hadi.2004. Islam Dalam Lintasan Sejarah Perpolitikan. Surabaya: CV. Aulia.
Syalabi, Ahmad.1980.Sejarah dan Kebudayaan Islam 2.Jakarta:Pustaka Alhusna
Wijdan, Aden.2007. Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Safiria Insania Press.

[1] Wijdan, Aden. Pemikiran dan Peradaban Islam. (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2007). Hlm. 20.
[2] Karim, M Abdul. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam.(Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007). Hlm. 107.
[3] Ibid hlm.  107.
[4] Abbas, Siradjuddin. I‘tikad Ahlussunnah Wal Jamaah. (Jakarta Selatan: CV. Pustaka Tariyah, 2006). Hlm. 167.
[5] Ibid hlm. 168.
[6] Ibid.
[7]Ibid
[8] Permono, Sjechul Hadi. Islam Dalam Lintasan Sejarah Perpolitikan. (Surabaya: CV. Auilia, 2004). hlm. 36.
[9]Karim, M. Abdul. Sejarah,…Hlm. 108.
[10] Permono, Sjechul Hadi. Islam Dalam… Hlm. 204.
[11] Permono, Sjechul Hadi, Islam Dalam… Hlm, 204.
[12] Abbas, Siradjuddin, I‘tikad Ahlussunnah…Hlm. 406.
[13] Faqih, Aunur Rahim dan Munthoha. Pemikiran dan Peradaan Islam. (Yogyakarta: UII Press, 1998). Hlm. 54.
[14] Ibid
[15] Ahmad Syalabi Sejarah dan Kebudayaan Islam 2(Jakarta:Pustaka Alhusna)

0 komentar:

Posting Komentar